Di pagi hari sepulangnya dari pasar sang Ibu membawa masuk barang belanjaannya ke dapur rumahnya. Di ruang tengah rumah, terlihat anaknya yang Balita tengah ditemani sepupunya menonton TV.
Sambil menghampiri si buah hati dan sepupunya tak lupa sang Ibu memberi seikat buah rambutan untuk mereka makan sambil menonton TV.
Sang Ibu kembali melanjutkan pekerjaannya di ruang dapur, namun ditengah kesibukannya memasak untuk keluarganya, tiba-tiba terdengar teriakan keras minta tolong dari sepupunya. Cepat-cepat sang Ibu menghampiri sumber suara tsb. Sesampainya di ruang tengah, terlihat buah hatinya dalam keadaan sulit bernafas. Diceritakan oleh sepupunya bahwa sang Balita menelan buah rambutan sehingga sulit bernafas.
Dalam kepanikannya, sang Ibu segera saja membawa buah hatinya ke rumah sakit terdekat untuk mendapat pertolongan. Ditengah ketergesaan menuju rumah sakit terdekat, Sang Ibu pun segera menghubungi sang Suami sekaligus Ayah sang Balita untuk datang ke rumah sakit yang dituju.
Sesampainya sang Ayah di rumah sakit, mereka berkumpul sambil berharap harap cemas mengenai keselamatan Buah Hati mereka. Tiba-tiba muncul seorang Dokter dari ruang tindakan untuk Balita mereka. Kedatangan si Dokter telah memecahkan keheningan suasana, namun dengan wajah tertunduk dan suara datar Si Dokter mengatakan bahwa sang Balita nyawanya sudah tidak tertolong lagi dalam perjalanan menuju rumah sakit tsb.
Dengan wajah sedih sang Ibu menundukkan mukanya seraya berkata kepada Suaminya, "Semua adalah salah saya, jika saja hari ini saya tidak sibuk memasak di dapur tentunya anak kita masih hidup dan sehat.”
Sang Suami dengan wajah yang tak kalah sedihnya, memeluk sang Istri sambil berbisik, “Tidak ada yang salah dalam hal ini. Ini adalah kehendak TUHAN yang terbaik untuk buah hati kita Bu, tolong Ibu jangan lagi menyalahkan diri sendiri dan membuat kita semua semakin larut dalam kesedihan yang berkepanjangan, dan bukankah Buah Hati kita telah kembali kepangkuan TUHAN?”
***
Mencermati kejadian diatas, tentu ada benarnya dengan kata-kata mutiara seperti di bawah ini;
Yang menyalahkan diri orang lain, adalah Orang Biadab
Yang menyalahkan diri sendiri, adalah Orang Biasa
Yang Tidak Menyalahkan siapapun, adalah Orang yang Bijaksana dan Luar Biasa
Cerita diatas, mengingatkan saya akan pengalaman saya. Secara umum bahwa hidup saya maupun Sahabat semua, siapapun kita, dimanapun, dimulai sebagai Orang yang Biasa didalam perjalanannya. Jika saja Sahabat semua mau membuka pintu Hati, lalu diterapkan dalam Tindakan maka tentu Sahabat semua akan menjadi Orang yang Bijaksana.
Namun, dalam pergeseran paradigma Integritas saat ini, yang sarat dipengaryhi lingkungan dan perubahan telah membawa Kebijaksanaan lain yang sifatnya semu, bahkan bias dan rancu, yang tentunya berbeda dengan Indonesian Emotion Quotient (IEQ) yang selalu memakai nilai- nilai Luhur
Adalah Bijaksana saat Sahabat semua mau dan mampu melihat suatu persoalan, juga dari kacamata orang lain, sambil mengerti untuk mendapat atau memberi yang terbaik, tanpa melukai siapapun, dalam penerapannya dapat dimisalkan seperti; "Silahkan ambil Ikannya, tolong jangan buat Keruh airnya".
Yang unik, dasar dari IEQ adalah, mengalirnya Kasih sayang yang tulus. Dengan Kasih sayang yang tulus, maka dengan sendirinya akan membuahkan kesamaan, bahkan dalam aspek spiritual, dikatakan bahwa semakin manusia berbagi waktu, atau apapun yang dimilikinya untuk sesama, dan bagi kemuliaan Tuhan, maka sifat-sifatnya pun akan semakin menyerupai sifat-sifat Tuhan. Nah sekarang, saatnya Sahabat kembali menggunakan IEQ milik Sahabat semua, untuk menjalani kehidupan yang lebih baik dan bermakna...Yuuuk
No comments:
Post a Comment