If you get serious, you get stupid. Laughter is the close distance between two person.

Monday, June 25, 2012

FROM CHAOS TO CALM: Let's make Indonesia better!

“Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia” kata Bung Karno Presiden Indonesia.



Apa arti pidato dari Bung Karno tersebut? Ya, pendidikan adalah faktor utama dalam memajukan peradaban suatu bangsa. Ada kisah lain, pasca pengeboman Hiroshima dan Nagasaki, Jepang hancur berantakan. Tapi ia segera berbenah diri, mengirimkan beberapa orang terbaiknya untuk menggali ilmu di negeri lain lalu kembali ke Jepang untuk melakukan perubahan. Alhasil, kini Jepang menjadi negara maju dengan teknologi yang canggih. Pendidikan, telah membuat Jepang berubah menjadi lebih baik dan bermartabat. Yuk! Sahabat sebarkan Ilmu kepada anak bangsa yang kurang mampu dan belum pintar Lewat Gerakan Indonesia Gemar Mendidik...





Dalam pendidikan, Kemauan Diri untuk maju adalah pondasi utama dan prioritas, sedangkan sekolah dan sistemnya menjadi unsur pembangun yang prima. Sekolah adalah tempat pembentukan bata-bata yang akan mengisi dinding peradaban sebuah bangsa. Dari sanalah, lahir pemimpin, tokoh penggerak, dan agen pengubah nasib suatu bangsa pada sepuluh, dua puluh, atau lima puluh tahun yang akan datang. Arah gerak suatu bangsa bergantung pada sistem pendidikannya, bagaimana negara itu mengelola potensi-potensi hebat anak bangsa bahkan yang masih terpendam.


Namun sayang, sistem pendidikan Indonesia belum bisa mengelola seluruh potensi itu secara maksimal. Ada delapan kecerdasan yang seharusnya bisa dikembangkan dari setiap anak. Kecerdasan bahasa, logika, spasial, musik, tubuh, alam, diri, dan sosial (Gardener, 1983). Menurut Megawangi (2007), sistem pendidikan Indonesia hanya menyiapkan seorang ilmuwan atau pemikir saja. Kurikulum dibuat sedemikian sulit dan rumit  sehingga hanya berhasil diikuti oleh 10 sampai 15 persen siswa, atau yang memiliki IQ di atas 115.

Pada tahun 1957, Uni Soviet berhasil meluncurkan pesawat luar angkasa Sputnik. Sejak saat itulah, Amerika Serikat berusaha untuk menyainginya dengan meningkatkan pendidikan berbasis teknologi. Hasilnya dapat kita lihat sekarang, universitas-universitas di Amerika Serikat menjadi universitas unggulan dunia. Namun bila dicermati lebih dalam, sistem pendidikan seperti itu hanya menyiapkan 10% anak bangsa (Thurow, 2007).

Karena di berbagai belahan dunia manapun, jumlah penduduk dengan IQ di atas 120 tidak lebih dari 10%.
Berbeda dengan Amerika, sistem pendidikan Jepang justru menyiapkan 50% siswanya dengan IQ yang rendah untuk menjadi tenaga kerja yang terampil. Sedangkan siswa dengan IQ tinggi dipersiapkan untuk memasuki perguruan tinggi. Terbukti bahwa sistem pendidikan yang menyeluruh ini menghasilkan pemimpin-pemimpin hebat pada setiap bidang.

Sayangnya, sistem pendidikan Indonesia masih merujuk pada berbagai sistem pendidikan(alias plin-plan) karena yang diapakai bukan sistem Full Jepang, atau Full Amerika Serikat (AS) ataupun Full Arab Saudi (AS), atau Full Indonesia.. Sehingga sistem pendidikan Indonesia mengadopsi sistem yang bukan-bukan. Jika kita bertanya pada anak-anak Indonesia, akan menjadi apa mereka ketika sudah dewasa nanti, pasti sebagian besar jawabannya adalah dokter (wah pinter bangat ini anak, mau cepat kaya). Kecenderungan ini wajar karena memang sejak SD mereka lebih ditekankan untuk memahami rumus matematika atau konsep ilmu pengetahuan alam saja. Sedangkan mata pelajaran seni, olahraga, atau ilmu sosial kadang hanya menjadi pelengkap kurikulum.

Akibatnya, anak-anak Indonesia tidak memahami isu yang sedang berkembang di negerinya. Mereka tidak mengetahui permasalahan, tantangan, dan kebutuhan bangsa ini untuk maju. Sifat kritis itu baru ditempa dan diasah ketika mereka duduk di bangku perguruan tinggi. Padahal saat itu mereka sudah memutuskan untuk mengambil spesialisasi pada suatu bidang. Akibatnya banyak mahasiswa yang merasa tidak cocok dengan jurusan yang diambil. Bahkan mereka tidak menyadari peran strategis apa yang akan mereka bawa setelah lulus dari institusi pendidikan.

Rasa nasionalisme dan sikap kritis terhadap permasalahan bangsa perlu ditanamkan pada anak-anak Indonesia sedini mungkin dan seterusnya dengan Niat dan Tekad yang kuat. Hal ini telah sesuai dengan cita-cita Kemerdekaan dan Hal ini membantu mereka untuk fokus pada bidang yang dipelajarinya. Setelah fokus, ajarkan tentang cita-cita, menentukan tujuan hidup yang akan diraihnya demi memajukan Indonesia. Latih mereka untuk merumuskan mimpi besar, yang dibangun sejak kecil.

Segalanya berawal dari mimpi. Soichiro Honda, mengawal kisah suksesnya dari mimpi. Kecintaannya pada dunia mesin dan otomotif sejak kecil membuatnya fokus dalam mengarungi hidup. Jatuh bangun berkali-kali tidak membuatnya putus asa, justru semakin bersemangat untuk mewujudkan mimpinya. Hasilnya dapat kita nikmati sekarang, teknologi yang dikembangkan Honda memudahkan hidup manusia dalam beraktivitas.

Dengan impian, setiap  anak Indonesia dapat lebih fokus untuk merencanakan masa depan. Ia bisa menentukan dan mendalami mata pelajaran apa saja yang berhubungan kelak dengan cita-citanya. Proses belajar pun menjadi menyenangkan. Dengan tekun mempelajari bidang kesukaannya itu, sang anak dipersiapkan untuk menjadi seorang yang ahli sejak kecil.

Setelah itu, dilatih untuk peduli pada nasib bangsa, menentukan fokus dan mimpi besar untuk membangun negeri, anak-anak Indonesia dibimbing untuk saling berbagi impian. Teknik berbagi impian dengan orang lain ini akan membantu tercapainya mimpi tersebut. Ketika seorang anak bercerita tentang mimpi besarnya di depan kelas, teman-temannya akan terstimulus untuk mewujudkan mimpi itu bersama-sama. Teman-temannya juga menjadi agen pengontrol, yang setia mengingatkan dan tak berhenti menyemangati dalam mengejar mimpi.


Akhirnya suasana yang terbentuk adalah suasana saling mendukung untuk berprestasi. Bukan cuma berebut dan bersaing yang saling menjatuhkan satu sama lain yang biasanya tercipta karena sistem peringkat di kelas.
Dengan metode berbagi impian, suasana optimisme senantiasa hadir menemani perjalanan anak-anak dalam menuntut ilmu. Mereka yakin Indonesia akan jauh lebih baik dengan misi perubahan yang mereka bawa. Kelak, ketika mimpi-mimpi itu perlahan terwujud satu demi satu. Ketika mereka mengisi peran strategis kepemimpinan pada setiap sektor.

Selain berbagi mimpi, visualisasi mimpi juga penting dilakukan. Ajarkan anak-anak Indonesia untuk membayangkan masa ketika mimpi mereka terwujud. Banyak media yang bisa membantu, seperti menggambarkan mimpi lalu menempelnya di kelas, membuat video visualisasi, atau dengan bermain drama.


Anak adalah aset bangsa. Bayangkan saja, total siswa SD di Indonesia lebih besar daripada total penduduk Malaysia. Inilah potensi sumber daya manusia yang harus dikembangkan sejak dini. Ketangguhan IEQ akan menjadi master key dalam Pendidikan untuk mempersiapkan benih-benih pemimpin Indonesia itu. Sumber daya alam melimpah yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkarakter pasti menjadikan Indonesia yang semakin baik dan bermatabat di mata dunia. 


"Sahabat  tidak bisa kembali ke masa lalu untuk mengubah sebuah awal yg buruk, namun demikian Sahabat mampu  membuat akhir yang indah, mulai saat ini... Yuk!"

No comments:

Post a Comment