Masih menyambung cerita-cerita tentang topeng yang terdahulu, sekarang mari kita bahas lagi tentang topeng intelektualitas. Pada umumnya orang tidak ingin terlihat seperti orang bodoh, merasa tidak Aman dengan tingkat pengetahuannya yang bisa dianggap kurang memadai oleh orang lain.
Ini pun masih ditambah lagi dengan rasa khawatir dan cemas yang berlebihan, bahkan lagi-lagi tidak pada tempatnya yang seakan-akan bahwa cara berpikir dan berbicaranya dianggap tidak berbobot. Gelisah jika lingkungannya tidak memberikan penghargaan karena tingkat intelektualnya dianggap kurang, ini semua menjadi sumber rasa ketidakamanan emosi.
Untuk itu, mereka senang memakai titel dan embel-embel pendidikan secara eksesif untuk mengesankan lawan bicara, merasa sangat dibutuhkan, bahkan jika perlu orang yang menggunakan topeng intelektualitas ini membeli dan membayar mahal agar mendapat tambahan embel-embel seperti DR, Ph.D, MBA dan lain-lain cuma untuk mengesankan orang lain. Akhirnya mereka lebih mau terlihat hebat walaupun sebenarnya sesat. Penyakitnya pun, suka merasa benar daripada merasa Bahagia.
Bukankah masih banyak orang yang senang bertopengkan intektualitas di negeri kita yang tercinta, sehingga menyuburkan lembaga-lembaga yang memperjualbelikan gelar-gelar tersebut. Cukup dengan membayar sejumlah biaya tertentu, mereka merasa bangga telah menempelkan gelar-gelar dan titel bergengsi yang telah dibelinya, hanya untuk mengesankan pada orang lain. Namun yang menjadi masalah, meskipun mereka sudah menggunakan titel-titel tersebut, kwalitas INTEGRITAS mereka yang sesungguhnya tetap saja jauh ketinggalan dan berada dibawah titel yang mereka sandang.
Pada dasarnya dan seharusnya semakin meningkatnya Intelektual seseorang berbanding lurus dengan Integritasnya. Dalam era globalisasi sekarang ini, orang lain tidak mudah tertipu, topeng ini juga menjadi penyakit bagi para periset, guru, dosen, pengajar bahkan ilmuwan lainnya untuk cuma mengesankan orang lain. Termasuk disini adalah, kebiasaan menggunakan kosa kata yang tidak pada tempatnya, kebiasaan menggunakan bahasa asing atau slogan Kearifan Lokal hanya untuk memberi impresi sebagai orang terpelajar, atau bisa juga kebiasaan mengutip sana-sini sumber buku yang tidak pada konteksnya agar di cap berbicara religi.
Alangkah indahnya jika pertumbuhan intelektulitas Sahabat harmoni dengan IEQ.. YUK...
Doaku hari ini: Ya Tuhan, tolong tetapkan Sahabatku dalam keimanan yang kokoh, datangkanlah kebaikan dan jauhkanlah segala keburukan.
No comments:
Post a Comment