If you get serious, you get stupid. Laughter is the close distance between two person.

Tuesday, June 26, 2012

Rip off the road becoming a better and dignified Indonesia

Budaya berarti segala tatanan dan perangkat sosial di dalam masyarakat yang berupa ide, gagasan, dan berbagai bentuk produk cipta, rasa, dan karsa yang produktif untuk keberlangsungan peradaban masyarakat tersebut. Dengan perkataan lain budaya merupakan pengejewantahan dari koeksistensi dan aktualisasi masyarakat tertentu. Dan yang terpenting adalah budaya bersifat produktif sehingga adat kebiasaan yang sering didentifikasi sebagai “budaya” tetapi tidak produktif seperti korupsi, konsumtif, bukanlah budaya.


Berpijak dari definisi di atas kita dapat memandang betapa masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, memiliki khasanah kebudayaan yang amat kaya. Setiap suku memiliki sistem sosial budaya dengan nilai-nilai luhur. Kelompok masyarakat tertentu memiliki budaya yang berbeda dengan masyarakat yang lainnya akibat dari perbedaan pengalaman dan penyikapan terhadap realitas material dalam kehidupan. Sistem sosial budaya ini berpengaruh terhadap cara pandang dan bagaimana setiap anggota masyarakat tersebut bermental dan bertingkah polah dalam kehidupan sehari-harinya..


Globalisasi telah membuat batasan-batasan antar kebudayaan yang pada awalnya jelas menjadi sumir bahkan terancam mengalami dekonstruksi yang amat serius. Hal ini membangkitkan kesadaran berbagai kalangan untuk melakukan pencarian (reinviting) budaya-budaya lokal untuk mempertegas eksistensi dan identitas kelompok suku-bangsa masing-masing. Tak berhenti di situ, penggalian kembali itu juga dilakukan sebagai upaya pencerahan (enlightenment), yaitu kembali kepada Kearifan Lokal Indonesia.


Budaya sebagai sesuatu yang tidak statis terus mengalami perkembangan dan perubahan yang terjadi secara tidak disengaja dan terus-menerus sehingga budaya pun mengalami apa yang disebut sebagai evolusi budaya. Evolusi budaya dapat terjadi karena ada faktor material di luar diri manusia yang berpengaruh. Namun tak usah kita berpanjang-panjang tentang evolusi budaya. Yang perlu kita bicarakan adalah tentang pencarian kembali sumber-sumber nilai-nilai budaya untuk membangun Indonesia yang lebih baik dan tangguh yang cuma ada di “IEQ”.


Maka perlu dilaksanakan apa yang disebut sebagai nasionalisasi budaya yang mencakup internalisasi nilai-nilai luhur kebudayaan nasional dan lokal dalam diri manusia Indonesia. Melalui Kebudayaan nasional, kita mampu melakukan penghayatan dan pendidikan, hal ini dapat dilakukan baik di lingkungan keluarga atau pun di lingkungan pergaulan yang lebih luas.

Nasionalisasi  Kebudayaan Nasional.

Sebenarnya nasionalisasi disini tak jauh berbeda dengan nasionalisasi untuk menyebut mengambil alih kepemilikan dan pengelolaan berbagai aset yang dikuasi asing seperti pertambangan. Maka di sini kita menyebutnya sebagai nasionalisasi sebab manusia Indonesia sering merasa rendah di hadapan orang luar karena streotipe yang salah tentang Indonesia. Merasa diri Indonesia adalah negara terbelakang. Ini diperkuat oleh pandangan tentang Indonesia yang tidak memiliki masa depan. Indonesia hanya memiliki masa lalu.

Menggali nilai-nilai budaya bukan berarti sebagai bentuk sikap mempertahankan atau bahkan mebangkitkan primordialisme yang menyesatkan tetapi sebagai usaha untuk berkebajikan menemukan Indonesia dalam suatu pencerahan budaya. Dalam nasionalisasi budaya, feodalisme tidak memiliki tempat. Ia hanya menjadi barang rongsokan masa lalu yang tak boleh dipakai lagi.

Nasionalisasi ini tidak bertujuan untuk menjadikan budaya suatu suku bangsa tertentu di negeri ini sebagai budaya nasional yang bisa diklaim sebagai milik semua suku. Nasionalisasi lebih diutarakan sebagai kepemilikan bersama nilai-nilai luhur lintas budaya untuk memecahkan permasalahan-permasalahan bangsa meskipun hanya bersifat teknis. Bukankah keluhuran, kebaikan, kejujuran dan kebenaran itu universal?

Nasionalisai budaya ini bukan sekedar pengakuan akan kepemilikan akan suatu kebudayaan, akan tetapi lebih kepada kembali kepada kearifan Lokal Indonesia dan  internalisasi nilai-nilai luhur sebagai bekal untuk melaksanakan proses menjadi Indonesia yang lebih baik, maju, dan bermartabat.

Namun ada kondisi yang pertama-tama harus dipersiapkan oleh semua manusia Indonesia sebagai prasyarat agar nasionalisasi budaya ini dapat terwujud, yaitu sikap terbuka. Terbuka untuk menerima suatu perbedaan akibat kebaruan suatu nilai budaya. Dan tentu juga terbuka terhadap proses internalisasi nilai-nilai tersebut. Dengan demikian nasionalisasi nilai-nilai budaya dapat berjalan berkelindan memberikan dampak positif terhadap perkembangan pembangunan bangsa.

Masalah kaya-miskin di tengah-tengah masyarakat menurut para strukturalis bukanlah disebabkan oleh kebodohan, sifat malas, akan tetapi ada tangan-tangan “sistem” yang menjebak orang-orang menjadi korban pemiskinanan. Banyaknya gedung-gedung bertingkat, mobil lalu-lalang dan habis terjual di showroom-showroom tidak mengindikasikan masyarakat telah hidup mapan dan keadilan telah merata. Meminta-minta menjadi pemandangan yang lumrah di beberapa daerah.

Gotong royong dalam pandangan hidup bangsa adalah definisi akhir dari apa yang dirumuskan Soekarno dengan Pancasila-nya. Gotong royong merefleksikan sikap dan sifat manusia Indonesia yang berkeluarga, solider, bersatu, bertanggung jawab dengan peran dan fungsinya sebagai tetangga, saudara, dan keluarga besar. Namun pergeseran zaman dan masuknya pengaruh asing menyebabkan (nilai-nilai) gotong royong hampir tergusur. Individualisme lalu menerobos masuk. Dan hampir-hampir gotong royong menjadi slogan tak bermakna, dan menjadi kekhawatiran bersama.

Tak perlu kita malu menjadi orang Indonesia. Nilai-nilai luhur budaya harus menjadi pegangan hidup. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Dengan berbagai macam budaya bangsa yang ada sepatutnya kita berbangga sebab tak ada negara yang memiliki keberagaman budaya yang menyerupai budaya Indonesia. Nilai-nilai budaya yag universal telah dipegang teguh oleh manusia Indonesia dari dulu kala hingga mereka mampu hidup mengarungi samudera hingga pantai afrika dan mereka pun mampu melepas diri dari belenggu keserakahan manusia-manusia lainnya.

Menggali sumber-sumber kekuatan dan kebesaran jiwa bangsa di masa silam melalui nasionalisasi budaya, diharapkan mampu menjadi jawaban untuk menjadi Indonesia yang bermartabat di mata dunia. Karena budaya merupakan cermin kolektif masyarakat bagaimana kita memandang hidup dan kehidupan itu sendiri. Saatnya kita saling mengisi dengan nilai-nilai luhur bangsa, bukan memikirkan kepentingan kelompok dan diri. Mohon Sahabat simak pidato ini baik-baik:


“Kita belum hidup dalam sinar bulan purnama, kita masih hidup di masa pancaroba, tetaplah bersemangat elang rajawali“ (Pidato HUT Proklamasi, 1949 Soekarno).

Untuk merubah ini, kita cuma perlu kembali menggunakan “IEQ”, nyok..

No comments:

Post a Comment