arif untuk para Wanita masa kini : Istri harus rela di Madu asal suami kamu rela DI RACUN. (Sekarang wis zaman Edan)
Apakah anda korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) ataukah anda termasuk ke dalam anggota masyarakat yang masih awam dengan KDRT? Apapun jawabannya dan siapapun anda, sebaiknya anda tetap perlu mengetahui informasi penting ini. Akhir-akhir ini, KDRT makin marak di masyarakat, terutama KDRT yang terjadi pada istri. Kalau KDRT terjadi terhadap Suami, biasanya masyarakat kita hanya tersenyum sambil berceloteh “AWAS ADA ISTRI GALAK” dan sang suami biasanya dianggap bernasib naas karena telah ikhlas menikahinya ;) Dunia memang tidak adil.
Salah satu contoh kasus yang sempat marak dibicarakan adalah kasus KDRT yang dialami oleh Lisa, seorang ibu rumah tangga yang wajahnya menjadi rusak akibat disiram air keras oleh suaminya. Yang cukup mengundang pertanyaan disini adalah: "Apakah memang KDRT hanya terjadi pada istri tidak bekerja / Ibu Rumah Tangga, ataukah juga terjadi pada istri yang bekerja?" Untuk mengetahui jawabannya, simaklah pembahasan berikut.Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan oleh suami pada istrinya, sebenarnya tidak hanya terjadi pada istri yang tidak bekerja tetapi juga pada istri yang bekerja.
Menurut Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, sekitar 24 juta perempuan di Indonesia mengalami kekerasan dalam rumah tangga, tetapi jumlah yang pasti belum diperoleh. Di Indonesia, pada tahun 1998 jumlah kekerasan yang terjadi pada istri yang tidak bekerja adalah 39,7 % dan 35,7 % pada istri yang bekerja. Ini salah satu penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat. Dan ada yang berseloroh bahwa Istri adalah penganut “KUKUBIMA” alias Kurang Kuat (Kasih nafkah!! ) Bini Marah ? Nah lho.. benarkah ? ;) Just Kidding
Pada tahun 2000 ditemukan bahwa kekerasan yang dilakukan oleh suami pada istri dikarenakan adanya stereotype yang tidak tepat bahwa laki-laki itu maskulin dan perempuan feminim, selain itu, suami juga merasa frustrasi dengan keberhasilan dan penghasilan istri yang lebih tinggi kemudian berkembanglah kecemburuan finacial dan ini diperparah dengan semakin buruknya komunikasi yang terbangun antara pasangan suami-istri, akibatnya mulai muncul konflik yang berdampak pada anak-anak mereka sendiri.
Di Indonesia sendiri, kasus kekerasan terhadap istri lebih banyak yang tidak terungkap bahkan tidak mau diungkap karena adanya anggapan bahwa hal tersebut adalah masalah keluarga dan tabu apabila terungkap serta hanya menambah masalah karena akan muncul stigma baru..misal : Oh Bapak kamu yang pernah di bui waktu gebukin ibu kamu.
Disisi lain, yang namanya kasih sayang dengan pasangannya yang masih lemah dan kecerdasan emosi yang buruk serta penyelesaian secara hukum yang parsial. Seharusnya tipe penyelesaiannya adalah komprehensif, komplementer dan terintegratif sehingga hal ini tidak berlarut-larut. Suatu penyelesaian yang tuntas dan permanen.
Secara tidak langsung dan tidak disadari bahwa KDRT ini turut melanggengkan budaya kekerasan terhadap rumah tangga yang khususnya perempuan. Sungguh sangat mengenaskan bukan menggemaskan bahkan lebih memalukan sekaligus memilukan sebagai bangsa yang Madani / Cinta Damai (jangan dibaca MEDENI alias Menakutkan). "Kalau seorang perempuan itu berdaya, maka ia akan berdaya-guna bagi keluarganya, dan kalau perempuan itu berdaya-guna bagi keluarganya maka ia akan mensejahterakan keluarga dan masyarakatnya. Oleh karena itu, kasus kekerasan terhadap istri merupakan suatu kasus tersendiri yang patut menjadi perhatian dan kepedulian masyarakat karena mengakibatkan dan berdampak yang merugikan bagi keluarga, termasuk anak-anak yang seharusnya terlindungi dan lingkungan sekitarnya.
Pastinya, siapapun pelaku KDRT, baik Suami maupun Istri, sebenarnya Kecerdasan Emosi alias IEQ mereka yang masih rendah dan mereka telah lalai dengan peran, tugas dan Komitmen serta sudah merampas Kebahagiaan milik anak-anak mereka yang dititipkan oleh Tuhan pada mereka.
Mari kita bangun kehidupan yang harmoni sama seperti dalam pidato Presiden Bung Karno,“Laki-laki dan perempuan adalah sebagai dua sayapnya seekor burung Rajawali. Jika dua sayap sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya; jika patah satu dari pada dua sayap itu, maka tak dapatlah terbang burung itu sama sekali”
No comments:
Post a Comment